Azar (ayah Nabi Ibrahim)
hidup di negeri Babil; Irak, ia membuat patung dan menjualnya kepada
orang-orang agar mereka menyembahnya. Ia memiliki seorang anak yang
masih kecil bernama Ibrahim yang Allah karuniakan kepada sang anak
tersebut hikmah dan kecerdasan sejak kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelumnya, dan Kami mengetahui (keadaan)nya.” (QS. Al Anbiyaa’: 51)
Saat usianya semakin dewasa, mulailah ia memikirkan siapakah Tuhan yang berhak disembah, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepadanya sehingga dia dapat mengenal Allah, Tuhannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
juga menjadikannya sebagai Nabi dan Rasul kepada kaumnya untuk
mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya; mengeluarkan mereka
dari menyembah patung dan berhala menuju penyembahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menurunkan suhuf (lembaran) kepada Nabi Ibrahim yang di dalamnya terdapat adab, nasihat, dan hukum-hukum agar beliau
menunjuki kaumnya, mengajarkan kepada mereka dasar-dasar agama, serta
menasihati mereka untuk taat kepada Allah, Tuhan mereka, mengikhlaskan
ibadah kepada-Nya, dan menjauhi segala perbuatan yang bertentangan
dengan akhlak yang mulia.
Saat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pulang ke rumahnya, ia menemui ayahnya dan berkata, “Wahai
ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?–Wahai ayahku,
sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang lurus.–Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan.
Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.–Wahai
ayahku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang
Maha Pemurah, sehingga kamu menjadi kawan bagi setan.” (QS. Maryam: 42-45)
Namun ayahnya menolak ajakan anaknya, yaitu Ibrahim ‘alaihissalam. Sambil marah ia berkata, “Bencikah
kamu kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti,
niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama”. (QS. Maryam: 46)
Tetapi Nabi Ibrahim bersabar menghadapi sikap keras ayahnya, bahkan membalasnya dengan sikap sayang dan berbakti, ia berkata, “Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu
kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.—Dan aku akan
menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku
akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan
berdoa kepada Tuhanku”. (QS. Maryam: 47-48)
Dakwah Nabi Ibrahim Kepada Penduduk Hiran dan Babil
Di zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam orang-orang menyembah bintang-bintang dan patung-patung.
Yang menyembah bintang-bintang adalah penduduk Hiran, sedangkan yang menyembah patung adalah penduduk Babil.
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Berdakwah Kepada Penduduk Hiran
Penduduk Hiran adalah para penyembah bintang-bintang. Beliau mengajak
kaumnya berpikir memperhatikan benda-benda langit; apa pantas
benda-benda tersebut disembah. Disebutkan kisahnya dalam Alquran sbb:
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?” Tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.”
Kemudian ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Ini(kah)
Tuhanku?” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, “Sesungguhnya
jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk
orang yang sesat.”
Kemudian ketika ia melihat matahari terbit, dia berkata,
“Ini(kah) Tuhanku?”, ini yang lebih besar.” Maka ketika matahari itu
terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri
dari apa yang kamu persekutukan. (QS. Al An’aam: 75-80)
Di beberapa ayat tersebut Nabi Ibrahim mengajak kaumnya berpikir jernih tentang kelayakan menyembah hayaakil
(benda-benda langit). Setelah menjelaskan kepada kaumnya tentang
batilnya menyembah benda-benda langit ini, Nabi Ibrahim berkata,
“Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.–Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar,
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al An’aam: 78-79)
Demikianlah ajaran Nabi Ibrahim, ajarannya adalah ajaran para nabi dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tauhid (beribadah hanya kepada Allah dan meniadakan sesembahan selain-Nya). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang,
matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi
sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah.” (QS. Fushshilat: 37)
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Berdakwah kepada Penduduk Babil
Penduduk Babil adalah penduduk yang menyembah patung-patung.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga keluar
menuju tempat peribadatan kaumnya untuk mengajak kaumnya menyembah
Allah, saat sampai di sana, Beliau mendapatkan kaumnya sedang tekun
menyembah patung yang banyak jumlahnya, mereka menyembahnya, merendahkan
diri di hadapannya serta meminta dipenuhi kebutuhan mereka kepadanya,
maka Nabi Ibrahim tampil dan berkata,
“Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52)
“Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52)
Kaumnya menjawab, “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (QS. Al Anbiya’: 53)
Demikianlah kaumnya, mereka tidak memiliki alasan terhadap perbuatan mereka selain mengikuti nenek-moyang mereka yang sesat.
Ibrahim berkata lagi, “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Anbiyaa’: 54)
Kaumnya menjawab, “Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?” (QS. Al Anbiyaa’ : 55)
Ibrahim menjawab, “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan
bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat
memberikan bukti atas yang demikian itu.” (QS. Al Anbiyaa’: 56)
Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melihat kaumnya tetap
kokoh di atas penyembahan kepada patung, maka Beliau memikirkan
bagaimana caranya menghancurkan patung-patung itu agar mereka mau
berpikir.
Abu Ishaq mengatakan dari Abul Ahwash dari Abdullah, ia berkata,
“Ketika kaum Nabi Ibrahim keluar menuju tempat mereka berhari raya,
kaumnya –ada yang mengatakan “bapaknya”- melewati Nabi Ibrahim sambil
berkata, “Wahai Ibrahim, mengapa kamu tidak ikut bersama kami?” Ibrahim
menjawab, “Sesungguhnya aku sedang sakit dari kemarin,” Nabi Ibrahim pun
melanjutkan kata-katanya, “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” Maka salah seorang di antara kaumnya ada yang mendengar kata-kata itu.
Dengan diam-diam Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
pergi menuju ke tempat patung-patung itu berada, saat melihat di
hadapan patung-patung itu banyak makanan, maka Ibrahim mengejek
patung-patung itu dengan berkata, “Mengapa kalian tidak makan dan mengapa kalian tidak bicara-bicara?”
Segeralah Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala hingga
terpotong-potong menggunakan kapaknya, kecuali berhala yang paling
besar.
Menurut sejarah, Nabi Ibrahim menaruh kapaknya (yang digunakan untuk
menghancurkan patung-patung) di tangan patung yang paling besar, agar
kaumnya mengira bahwa patung inilah yang menghancurkannya dan ia tidak
rela ada yang menyembah selainnya.
Ketika kaumnya kembali mendatangi tempat patung yang mereka sembah dan melihat apa yang QSadi,
Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. Al Anbiyaa’ : 59)
Salah seorang di antara mereka berkata, “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” (QS. Al Anbiyaa’ : 60)
Kaumnya berkata, “Bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan”. (QS. Al Anbiyaa’ : 61)
Nabi Ibrahim pun dihadapkan kepada mereka dan disidang, “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” (QS. Al Anbiyaa’: 62)
Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. (QS. Al Anbiyaa’ : 63)
Maksud perkataan Nabi Ibrahim adalah agar kaumnya mau berpikir,
bahwa patung adalah benda mati yang tidak dapat berbicara sehingga tidak
pantas disembah tanpa perlu dijelaskan lagi oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya“, (QS. Al Anbiyaa’: 64) Yakni karena meninggalkan patung-patung itu tanpa dijaga.
Kepala mereka pun menjadi tertunduk, setelah itu mereka berkata kepada Ibrahim:
“Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” (QS. Al Anbiyaa’ : 65)
Maksudnya, “Mengapa kamu suruh kami bertanya kepada patung-patung itu, sedangkan kamu tahu bahwa mereka tidak bisa bicara.”
Ketika itulah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata,
“Maka mengapa kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak
dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak memberi bahaya kepada kamu?” (QS. Al Anbiyaa’: 66)
“Ah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?” ( QS. Al Anbiyaa’ : 67)
Inilah jihad pertama para nabi, yaitu jihadul ‘ilmi wa iqaamatul hujjah (berdakwah dan menegakkan hujjah) sehingga tidak ada alasan lagi bagi mereka di hadapan Allah nanti.
Ketika kebenaran Nabi Ibrahim telah tampak dan alasan mereka kalah,
mereka beralih kepada cara yang lain, yaitu menggunakan “kekerasan”
karena Ibrahim telah menghancurkan patung mereka dan menghina sesembahan
mereka. Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” (QS. Al Anbiyaa’: 68)
Maka kaumnya pun mengumpulkan banyak kayu bakar, sampai-sampai ada
wanita yang sakit bernadzar, kalau seandainya sakitnya sembuh ia akan
ikut mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim.
Mereka meletakkan kayu bakar itu dalam sebuah parit dan menyalakan
api di dalamnya hingga menyala besar, lalu mereka meletakkan Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam dalam sebuah wadah manjeniq (alat
pelempar) atas usulan seorang dari daerah Akraad-Persia (Syu’aib Al
Jabay berkata, “Namanya adalah Haizan”, Allah pun menenggelamkan Haizan
ke dalam bumi dan ia tetap berada di dalamnya hingga hari kiamat),
setelah itu dilemparlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam keadaan terikat dari manjenik itu ke dalam api. Saat itu Nabi Ibrahim berkata,
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukup bagiku Allah, dan Dialah sebaik-baik Pelindung.” (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari)
Maka Allah Ta’ala pun menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan menjadikan api itu dingin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Wahai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,“ (QS. Al Anbiyaa’ :69)
Ibnu Abbas dan Abul ‘Aliyah berkata, “Kalau seandainya Allah tidak berfirman “Dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” tentu dinginnya api tersebut akan menyakiti Ibrahim.
Ketika itu ada binatang yang ikut membantu meniupkan api untuk membakar Nabi Ibrahim, yaitu wazagh (cicak atau tokek) (berdasarkan hadis riwayat Bukhari).
Oleh karena itulah, mengapa Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam
menyuruh untuk membunuh cicak, dan menjelaskan bahwa membunuhnya sekali
pukul akan mendapatkan seratus kebaikan, jika dua kali pukul, pahalanya
berkurang dst. (berdasarkan hadis riwayat Muslim).
Setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selamat dari pembakaran, maka beliau berdakwah kepada Raja negeri tersebut (Babil), yaitu Namrud.
Debat antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan Namrud, Raja yang Mengaku Tuhan
Dahulu raja dunia bagian Timur dan Barat ada empat; dua orang mukmin
dan dua orang lagi kafir. Dua orang raja yang mukmin adalah Raja
Dzulqarnain dan Sulaiman, sedangkan dua raja yang kafir adalah Namrud
dan Bukhtanashhir.
Di antara dua raja kafir tersebut, yang didebat oleh Ibrahim ‘alaihissalam adalah Namrud seorang raja Babil.
Nabi Ibrahim berdakwah kepada Raja Namrud karena dia mengaku dirinya sebagai Tuhan (ada yang mengatakan bahwa ia berkuasa ketika itu selama 400 tahun).
Berikut ini kisahnya dalam Alquran:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim
tentang Tuhannya karena Allah telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku adalah Yang
menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata, “Saya dapat
menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat,” lalu
terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah: 258)
Pada ayat di atas Namrud meminta Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menunjukkan bukti keberadaan Allah Ta’ala, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata, “Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan,” yakni bukti keberadaan Allah Ta’ala
adalah adanya sesuatu dan hilangnya sesuatu setelah adanya, karena
sudah pasti setiap yang ada pasti ada yang mengadakannya, Dialah Allah Ta’ala Tuhan alam semesta.
Namrud pun menjawab, “Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan”,
maksud menghidupkan adalah dengan membiarkan hidup atau tidak jadi
dibunuh orang yang harus dibunuh. Sedangkan maksudnya bisa mematikan
adalah dengan membunuh seeorang.
Kata-kata ini sebenarnya dia ucapkan hanya untuk membantah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan untuk membenarkan dakwaannya “mengaku tuhan” padahal jawaban ini sangat lemah sekali.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah yang menerbitkan matahari dari Timur maka terbitkanlah dari Barat!” Ketika itu diamlah si thaaghut ini dan tidak bisa menjawab apa-apa.
Hijrahnya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
Untuk selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
memutuskan berhijrah dari negeri tersebut, melihat karena tidak ada
yang beriman selain istrinya Sarah dan putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihissalam,
maka ia pun berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain hingga
sampai di Palestina. Di sanalah beliau tinggal beberapa lama, beribadah
kepada Allah dan megajak manusia untuk beribadah kepada Allah.
Setelah berlalu beberapa tahun, maka negeri tersebut ditimpa kemarau panjang, hingga mendesak Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
untuk hijrah ke Mesir. Ketika itu, di Mesir ada seorang raja yang kejam
namun suka kepada wanita, ia memiliki beberapa pembantu yang
membantunya untuk memperoleh apa yang ia inginkan.
Para pembantunya berdiri di pinggiran negeri untuk memberitahukan
kepada raja wanita-wanita cantik yang datang ke Mesir. Saat mereka
melihat Sarah, dimana ia adalah wanita yang sangat cantik, maka mereka
menyampaikan kepada raja dan memberitahukan kepadanya bahwa bersamanya
ada seorang laki-laki, maka raja pun mengeluarkan perintahnya untuk
membawa laki-laki itu.
Tidak beberapa lama, beberapa tentara datang dan membawa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada raja. Ketika tiba di hadapannya, maka raja bertanya kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
tentang wanita yang bersamanya, lalu Nabi Ibrahim menjawab, “Ia adalah
saudarinya.” Rajanya berkata, “Bawalah ia ke hadapanku.” Maka Nabi
Ibrahim pergi menemui Sarah dan memberitahukan kepadanya apa yang
disampaikannya kepada raja dan perkatannya, bahwa Sarah adalah
saudarinya.
Lalu Sarah pun pergi ke istana. Ketika raja melihatnya, maka raja
terpesona melihat kecantikannya dan langsung berdiri menghampirinya,
tetapi Sarah berkata, “Saya ingin shalat dan berwudhu (dahulu).” Maka
raja pun mengizinkannya. Lalu Sarah berwudhu dan shalat, setelah itu ia
berdoa, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku beriman
kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu, dan aku menjaga kehormatanku selain
kepada suamiku, maka janganlah engkau berikan kekuasaan kepada orang
kafir ini.” Maka Allah mengabulkan permohonannya, menjaganya dan
memeliharanya. Sehingga setiap kali, raja ingin memegangnya, maka
tangannya tergenggam atau tercekik, hingga raja pun meminta Sarah agar
berdoa kepada Allah agar tangannya terbuka dan raja tidak akan
menimpakan bahaya apa-apa kepadanya. Kejadian ini berulang sampai tiga
kali.
Saat raja mengetahui, bahwa ia ternyata tidak berkuasa kepadanya,
maka raja memanggil sebagian pembatunya dan berkata kepada mereka,
“Kalian tidak membawaku seorang manusia, bahkan membawa kepadaku seorang
setan.” Lalu ia memerintahkan para pembantunya untuk memberikan Hajar
kepadanya untuk menjadi pelayannya. (Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam riwayat Ahmad dan Bukhari).
Maka Sarah pun kembali kepada suaminya tanpa diganggu sedikit pun oleh raja, lalu Sarah mendapatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam keadaan shalat. Saat Sarah sampai, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
melihatnya dan bertanya kepadanya tentang hal yang terjadi? Sarah pun
menjelaskan, bahwa Allah menolak tipu daya raja itu kepadanya dan
memberikan kepadanya seorang budak bernama Hajar untuk melayaninya.
Setelah beberapa lama, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan, putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihissalam meminta izin kepadanya untuk pergi ke negeri Sadum untuk mengajak penduduknya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan meninggalkan perbuatan keji yang selama ini mereka lakukan, maka
Nabi Ibrahim memberinya sebagian binatang ternak dan harta, dan ia
melanjutkan perjalanannya bersama keluarganya ke Palestina hingga tiba
di sana, dan di sana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tinggal beberapa lama.
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Meminta Kepada Allah Agar Ditunjukkan Bagaimana Dia Menghidupkan Orang yang Mati
Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
meminta kepada Allah, agar Dia memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia
menghidupkan orang-orang yang telah mati. Hal ini sebagaimana yang
difirmankan Allah Ta’ala di surat Al Baqarah: 260:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.”
Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah
meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).”
Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu
cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman), “Lalu letakkan di atas
setiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Dan
ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”
Maka Nabi Ibrahim melaksanakan perintah itu, beliau menyembelih empat
ekor burung dan meletakkan bagian-bagian badannya di atas beberapa
bukit, lalu beliau kembali ke tempat semula sambil berdiri menghadap ke
arah bukit dan memanggil burung-burung yang telah disembelih dan
dipisah-pisah badannya itu, tiba-tiba burung itu hidup kembali dan
datang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sumber :
- Alquranul Karim
- Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
- Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy)
- www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar